laporan pengolahan daging : lidah asap

PENDAHULUAN
Latar belakang
Daging merupakan produk peternakan yang mengandung protein yang diperlukan tubuh. Protein dalam daging tidak dapat digantikan dengan protein lainnya. Daging tentulah disukai semua orang dan menjadi hidangan ekslusif ketika dihidangkan di meja. Konsumsi daging di Indonesia tersebar dari desa sampai kota. Oleh karena itu pengolahan daging juga sangat beragam sesuai dengan kebutuhan atau yang diinginkan.
Tujuan dari pengolahan yaitu untuk pengawetan daging dan penambahan cita rasa. Pengolahan daging ini dapat bersifat tradisional maupun moderen. Pengolahan secara tradisional dapat dilakukan dengan pengeringan, penggaraman maupun pengasapan. Sedangkan pengolahan secara modern dapat dilakuakan dengan pasteurisasi, pengalengan atau produk beku. Pengolahan daging ini disuaikan dengan daerah ataupun tradisi masyarakat setempat. Bahkan ada cara pengawetan daging yang hanya terdapat di satu daerah saja. Pada praktikum ini akan diajarkan cara pengolahan daging dengan membuat produk lidah asap. Pengolahan ini menggunakan garam dan pengasapan yang lama untuk menambah cita rasa.
Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui cara pembuatan lidah asap serta uji organoleptik produk tersebut.
TINJAUAN PUSTAKA
Lidah Sapi
Pada sapi, lidah merupakan organ yang paling utama dalam mekanisme pengambilan makanan. Lidah merupakan daging dengan bentuk morfologi bulat, panjang dan tebal. Lidah merupakan jeroan yang dapat dimakan dan digemari oleh masyarakat karena lezat dengan dimasak, disate atau pengolahan lain. Lidah sapi secara anatomi memiliki ketebalan yang lebih besar pada bagian pangkal dan tengah dibandingkan dengan bagian yang ujung (Nuraini dan Komariah, 1998). Komposisi kimia dari lidah sapi terdiri dari protein 16,4%; lemak 15%; air 68%; abu 0,9%; karbohidrat 0,4%; dan energi 210 kalori/100 gram (Nuraini dan Komariah, 1998). Lidah sapi juga mengandung beberapa vitamin seperti tiamin, riboflavin, niasin, asam pantotenat dan asam askorbat juga beberapa mineral seperti kalsium, zat besi, mangan, fosfor, potasium, sulfur, seng dan tembaga (Schweigert, 1987).
Curing
Sebelum pengasapan didahului proses curing dengan membuat larutan bumbu yang mengandung garam dapur, gula pasir, sendawa (garam nitrit) dan bahan penambah cita rasa. Garam dapur yang terdapat dalam larutan berfungsi sebagai pengawet sedangkan gula pasir berfungsi untuk menetralkan rasa asin yang ditimbulkan oleh garam, memberi warna yang menarik dan stabil serta mengeluarkan kadar air sehingga kering. Soeparno (1994) menyatakan tujuan dari curing untuk mendapatkan warna yang stabil, aroma, tekstur, kelezatan dan untuk mengurangi pengerutan daging selama pengolahan serta memperpanjang masa simpan produk daging dengan menghambat pertumbuhan mikroba.
Pengasapan
Asap diproduksi dari proses pembakaran lambat serbuk gergaji dari kayu keras (mengandung 40-60% selulosa, 20-30% hemiselulosa dan 20-30% lignin), menghambat pertumbuhan mikroba, mengurangi oksidasi lemak dan membangkitkan aroma (Lawrie, 1995). Asap mengandung senyawa fenol dan formaldehida yang bersifat bakteriosidal dan bakteriostatik (membunuh bakteri) serta dapat menghambat oksidasi lemak pada bahan pangan mengendap atau meresap ke dalam bahan yang diasap. Kombinasi senyawa tersebut dapat bersifat fungisida (membunuh kapang). Panas pembakaran dapat membunuh mikroba dan menurunkan kadar air produk (Winarno et al., 1980). Flavor yang dihasilkan selama pengasapan berbeda tergantung pada lingkungan dan bahan dasar daging. Flavor daging asap tergantung komponen asap dan protein daging, misalnya fenol dan polifenol dengan grup SH dan karbonil dengan grup amino (Soeparno, 1994). Menurut Wibowo (1996) senyawa asam organik dari asap memberikan warna pada makanan yang diasap yaitu formaldehid dan fenol akan membentuk lapisan damar pada bagian permukaan makanan yang diasap sehingga tampak mengkilap.
Warna
Merupakan sifat kualitas yang penting tidak hanya bagi industri daging tetapi juga bagi konsumen rumah tangga. Bagi industri daging bahwa penampilan fisik daging yang diterima oleh konsumen pada tingkat eceran memberikan tingkat penerimaan yang tinggi (Cross, dkk., 1986). Bagi konsumen persepsi paling awal pada saat akan membeli daging dan menjadi pertimbangan utama adalah warna. Cross, dkk (1986) menyatakan bahwa ketika mempertimbangkan gambaran spesifik dari penampilan fisik daging, penelitian menunjukkan bahwa warna daging merupakan faktor kualitas yang lebih berpengaruh bagi pemilihan konsumen. Konsumen mengkaitkan antara warna dengan kesegaran daging dimana melalui pembelajaran lewat penelitian dinyatakan bahwa warna daging segar adalah merah cerah (bright red) dan penyimpangan dari warna ini menjadikan daging tersebut tidak diterima. Mioglobin merupakan pigmen utama yang bertanggung jawab untuk warna daging. Ada tiga macam mioglobin yang memberikan warna yang berbeda; pada jaringan otot yang masih hidup, mioglobin dalam bentuk tereduksi dengan warna merah keunguan, mioglobin ini seimbang dengan mioglobin yang mengalami kontak dengan oxigen, oximioglobin yang berwarna merah cerah. Ketika bagian interior daging mengalami kontak dengan oxygen yang berasal dari udara, oxygen akan bergabung dengan heme dari mioglobin untuk menghasilkan oximioglobin. Jadi warna daging berubah dari merah keunguan menjadi merah cerah. Jika oxygen dikeluarkan dari potongan daging, warna akan berubah kembali menjadi merah keunguan sebab pigmen didesoksigenasi kembali menjadi mioglobin (Cross, dkk., 1986). Timbulnya warna coklat menandakan bahwa daging telah terlalu lama terkena udara bebas sehingga menjadi rusak (Astawan, 2004).
Tekstur
Tekstur makanan berhubungan dengan sifat aliran dan deformasi produk serta cara berbagai struktur unsur dan struktur komponen ditata dan digabung menjadi mikro dan makro struktur (de Man, 1989). Metoda langsung (penilaian sensorik) Umumnya digunakan oleh para konsumen, penilaian sensorik kualitas daging, khususnya keempukan, didasarkan atas kemudahan penetrasi gigi pada daging dan usaha-usaha yang dilakukan oleh otot-otot pada daerah geraham selama pengunyahan. Penilaian secara sensorik dilakukan oleh sejumlah juri degustasi dalam bentuk panelis. Masing-masing juri menilai keempukan berdasarkan atas angka-angka (skor) yang telah ditentukan terlebih dahulu ; 1 (sangat keras) dan 10 (sangat empuk). Indeks keempukan daging ditentukan berdasarkan nilai rata-rata dari masing-masing juri. Metoda ini memungkinkan untuk menilai secara langsung sifat-sifat organoleptik daging dan khususnya memungkinkan untuk dapat membedakan antara kekerasan jaringan ikat dan keempukan miofibriler . Untuk mengevaluasi seakurat mungkin kualitas organoleptik daging, seharusnya para penguji terdiri dari juri terlatih dengan jumlah yang banyak. Cross dkk. (1978) menemukan suatu koefisien korelasi sebesar 0,90 antara nilai keempukan dari juri berbeda yang diseleksi dan sangat terlatih. Penelitian lain memperlihatkan koefisien repetisi penilaian keempukan yang dilakukan oleh 10 anggota juri yang tidak terlatih sebesar 0,56. Soekarto (1990) menyatakan bahwa sifat subjektif pangan disebut organoleptik atau indrawi karena penilaiannya menggunakan organ indra manusia. Kadang-kadang juga disebut sifat sensorik karena penilaiannya berdasarkan pada rangsangan sensorik pada organ indra. Palatabilitas panelis dapat ditunjukkan melalui uji organoleptik yang meliputi warna, aroma, rasa, kekenyalan dan tekstur.
METODE
Materi Bahan yang digunakan dalam pratikum ini adalah lidah asap, nitrit (sendawa), garam, gula pasir, dan air. Alat-alat yang digunakan dalam praktikum adalah smoke chamber, pisau, alas irisan, mangkuk dan penggantung. Prosedur Proses Curing Basah Daging dilumuri dengan nitrit sendawa, garam, gula pasir kemudian ditambah dengan air. Diamkan selama 24 jam. Proses Pembuatan Lidah Asap Daging curing dicuci sampai bersih. Daging diasap pada smoke chamber selama 30 menit.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil uji hedonik pada lidah asap yang dibuat dapat dilihat secara lengkap pada tabel 1. Tabel 1. Hasil uji hedonik pada lidah asap No Parameter Nilai Uji 1 Bau 2 2 Warna 3 3 Penampakan Umum 3 4 Rasa 2 5 Tekstur 3 6 Keempukan 3 Keterangan : 1 : sangat suka 2 : suka 3 : agak suka 4: kurang suka 5 : sangat tidak suka
Pembahasan
Lidah merupakan jeroan sapi yang tidak dijual secara bebas tetapi masyarakat di Indonesia sangat menyukai lidah sapi ini sehingga banyak diolah menjadi berbagai masakan seperti lidah asap, sate lidah dan pengolahan yang lainnya. Pada praktikum diajarkan cara membuat lidah asap dan menilai tingkat kesukaan kita pada produk tersebut. Pembuatan lidah sapi dimulai dari proses curing dan dilanjutkan proses pengasapan. Proses pengasapan bertujuan untuk menghambat pertumbuhan mikroba, mengurangi oksidasi lemak dan membangkitkan aroma (Lawrie, 1995). Asap mengandung senyawa fenol dan formaldehida yang bersifat bakteriosidal dan bakteriostatik (membunuh bakteri) serta dapat menghambat oksidasi lemak pada bahan pangan mengendap atau meresap ke dalam bahan yang diasap. Sedangkan Soeparno (1994) menyatakan tujuan dari curing untuk mendapatkan warna yang stabil, aroma, tekstur, kelezatan dan untuk mengurangi pengerutan daging selama pengolahan serta memperpanjang masa simpan produk daging dengan menghambat pertumbuhan mikroba.
Bau
Bau dari lidah asap yaitu perpaduan bau asap dan daging. Bau atau aroma ini dinilai oleh 68 panelis dengan nilai 2 yaitu suka. Bau lidah asap merangsang penciuman sehingga membuat seseorang tertarik untuk mencicipi lidah tersebut. Bau atau aroma dipengaruhi oleh proses curing dengan penambahan garam, gula pasir dan sendawa (Soeparno, 1994). Selain itu bau atau aroma juga dipengaruhi oleh senyawa fenol dan komponen asap yang dihasilkan.
Warna
Warna dari lidah sapi merah agak kehitaman. Warna tersebut dinilai agak suka oleh panelis. Warna daging dipengaruhi oleh myoglobin yang terdapat pada daging. Menurut Soeparno (1994) saat lidah dicuring warnanya stabil. Hal ini disebabkan adanya garam, gula pasir dan sendawa yang menyebabkan warna lidah menjadi merah cerah. Merah kehitaman dari lidah tersebut dikarenakan daging lidah yang tadinya merah cerah dipengaruhi asap yang mengandung karbon berwarna hitam sehingga mempengaruhi warna lidah tersebut.
Penampakan umum
Penampakan umum dari lidah asap dinilai oleh panelis agak suka karena kurang menarik mulai dari indera penglihatan melihat warna dari produk tersebut. Sebagian orang menyukai warna daging yang segar sehingga orang tidak ragu-ragu untuk mencicipinya. Penampilan umum lidah asap dipengaruhi oleh proses curing dan pengasapan. Setelah dicuring warna daging merah cerah tetapi setelah diasap berubah menjadi hitam pucat sehingga menurunkan tingkat kesukaan panelis.
Rasa
Rasa lidah asap dirasakan oleh indera pencicipan masing-masing orang sehingga rata-rata panleis menyukai rasa lidah tersebut. Rasa lidah dipengaruhi oleh jumlah papila lidah masing-masing orang. Menurut Soeparno (1994) rasa atau flavor dari lidah asap ini dipengaruhi oleh senyawa asam organik asap pada lidah asap yaitu fenol. Sedangkan formaldehid membentuk lapisan damar pada permukaan lidah yang diasap sehingga tampak mengkilap (Wibowo, 1996). Selain itu rasa gurih lidah dipengaruhi oleh proses cuirng dimana ditambah dengan garam dapur, gula pasir, sendawa (garam nitrit). Peranan gula pasir pada proses curing bertujuan untuk menetralkan rasa asin yang ditimbulkan oleh garam menghasilkan rasa yang pas dan lezat.
Tekstur
Tekstur lidah asap dinilai agak suka oleh panelis. Menurut de Man, 1989 tekstur berhubungan dengan unsur dan struktur komponen ditata dan digabungkan.Tekstur daging lidah asap saat masih segar adalah agak kasar. Tetapi setelah dicuring tekstur daging berubah menjadi halus karena penambahan air dan bahan-bahan yang menyebabkan daging menjadi lunak. Proses pengasapan merubah tekstur daging lidah menjadi empuk karena adanya denaturasi protein akibat panas dari asap.
Keempukan
Keempukan daging lidah sapi dinilai agak suka oleh panelis. Hal ini dikarenakan keempukan belum sempurna dan masih ada bagian yang mentah serta daging masih alot sehingga menurunkan tingkat kesukaan pada panelis. Hal ini disebabkan karena proses curing pada lidah asap sebaiknya dilakukan selama lima hari atau lebih. Semakin lama proses curing maka semakin tinggi tingkat keempukan. Selain itu daging alot juga disebabkan kurang masak akibat kurang lama diasap akibatnya ada bagian daging yang belum kering dan masak.
KESIMPULAN
Produk lidah asap dinilai melaui uji organoleptik yaitu bau disukai, warna agak disukai, penampakan umum agak disukai, rasa disukai, tekstur agak disukai dan keempukan agak disukai. Produk ini dipengaruhi proses cuirng dan pengasapan. Penilaian ini berbeda tiap individu berdasarkan indera masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
Astawan, M. 2004. Mengapa Kita Perlu Makan Daging. Departemen Teknologi Pangan dan Gizi. IPB. http://www.gizi.net. Cross, H.R. and A.J. Overby 1988. World Animal Science : Meat Science, Milk Science and Technology. Elsevier Science Publisher B.V., Amsterdam. deMan, J.M. 1989. Kimia Makanan Edisi Kedua. Terjemahan : K. Padmawinata. Institut Teknologi bandng, Bandung.
Lawrie, R.A. 1995. Ilmu Daging. Terjemahan: A. Parakkasi. University Indonesia Press, Jakarta.

Nuraini, H. dan Komariah. 1998. Komposisi asam amino, nilai gizi dan kadar kolesterol daging dan lidah sapi asap. Makalah Seminar. Lembaga Penelitian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Soekarto, S.T. 1990. Dasar-dasar Pengawasan dan Standarisasi Mutu Pangan. Institut pertanian Bogor. Press, Bogor.

Schweigert, B.S. 1987. The nutritional content and value of meat and meat product Dalam: The Science of Meat and Meat Product 3rd Edition. Food and Nutritional Press. Westport, Connecticut. Soeparno, 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Wibowo, S. 1996. Industri Pengasapan Ikan. Penebar Swadaya, Jakarta.

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

1 Comment

  1. bhektiayu

    laporannya sama orang lain

Leave a comment